Warga di RT ini seperti melawan arus. Ketika orang tenggelam dalam gadget dan teknologi, mereka sebenarnya berusaha mempertahankan budaya lama. Jadikan desa mereka desa dongeng.
Di era digital seperti sekarang ini, budaya mendongeng semakin langka. Milenial lebih suka menyibukkan diri dengan gadget dan segala kecanggihan teknologi. Apalagi di dalam benda kecil yang mudah digenggam, semuanya seolah tersedia.
Kini, di tengah kondisi seperti itu, warga RT 01 RW 01 Desa Ringinanom, Kecamatan Kota Kediri, dinobatkan sebagai desa dongeng. Karena warganya bertekad untuk melestarikan tradisi yang semakin tergerus zaman itu. Meski harus berpacu dengan budaya pop saat ini.
Ketua RT 01, Sutrisno mengatakan, berdirinya Desa Dongeng di Desa Ringinanom berawal dari rasa saling cemas. Terkait dengan semakin banyaknya anak-anak yang bermain gadget. Sementara itu, di sisi lain, kegiatan mendongeng menjadi langka. Selain itu, di sekolah, metode pembelajaran dengan bercerita secara lisan semakin jarang.
Bahkan, ia meyakini, dongeng akan dengan mudah membentuk karakter generasi penerus sejak dini. Karena setiap dongeng akan menanamkan rasa toleransi, gotong royong, dan cinta lingkungan.
Tentu berbeda tradisi yang sudah ada jauh sebelum munculnya berbagai bentuk handphone canggih seperti sekarang ini. Era di mana orang tua terbiasa menghabiskan waktu luang bersama anak-anaknya dengan bercerita. Banyak hal positif yang diterima anak ketika mereka dibiasakan mendengarkan dongeng oleh orang tuanya.
“Mendongeng atau mendongeng kepada anak tidak membosankan. Tapi kalau bisa dilakukan dengan cara yang menarik akan membuat anak-anak terpikat dan mau mendengarkan cerita,” ujarnya.
Ia menjelaskan, tradisi mendongeng yang dilakukan manusia tidak bisa digantikan oleh teknologi apapun. “Sekarang siapa pun bisa membuka platform YouTube yang berisi ribuan dongeng untuk didengarkan anak-anak. Namun, kelemahannya hanya satu arah. Sedangkan direct storytelling memiliki keunggulan interaksi dua arah. Ini yang paling penting,” katanya.
Setiap malam, anak-anak di sana berkumpul di panggung dongeng di RT 01. Bukan untuk bermain. Tapi untuk belajar. Lupakan gadget, game, dan segala macam hiburan elektronik. Mereka akan fokus pada buku-buku sekolah yang dibawa dari rumah untuk belajar.
Bahkan di sela-sela pelajaran, ada seorang pendongeng yang akan bercerita di depan anak-anak. “Agar anak-anak ini tidak bosan disela-sela kegiatan belajarnya. Cerita yang diambil juga disesuaikan dengan usia mereka,” ujar pria yang berprofesi sebagai penjual jajanan ini.
Namun, ternyata mendirikan desa dongeng ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Awal tahun 2021, saat kegiatan baru dimulai, masyarakat dan anak-anak sangat sulit diajak. Bahkan jika mereka mau, sulit untuk berpartisipasi secara aktif.
“Terutama orang tua, banyak yang tidak percaya diri, itu karena beberapa anak sudah mulai terobsesi dengan gadget,” ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, Sutrisno pelan-pelan berhasil mengajak anak-anak ke taman baca yang juga menjadi ajang berkumpulnya dongeng. Cerita demi cerita satu persatu mulai dituturkan oleh pendongeng yang juga berasal dari Desa Ringinanom. “Setelah beberapa saat, anak-anak mulai mengenal satu sama lain, dan mereka sangat antusias. Setelah bercerita, terkadang mereka akan melakukan pertunjukan kecil tentang cerita yang telah dituturkan,” jelasnya.
Melalui Kampung Dongeng yang ia luncurkan dari Prodamas, ia berharap dapat menjaga konsistensi dalam melestarikan budaya mendongeng. “Jadi justru di tengah era digital dan gempuran budaya pop, konsistensi kita sedang diuji,” imbuhnya.
Ia menunjukkan rasa optimisme dengan langkah-langkah yang telah diambilnya selama ini. Bersama warganya yang terdiri dari 60 keluarga, ia berusaha menjaga budaya mendongeng tetap lestari. Apalagi untuk anak-anak yang jumlahnya sekitar 20 orang.
Sementara itu, Kristika, 40, psikolog di RS Gambiran percaya bahwa mendongeng dapat memberikan gambaran kepada masyarakat tentang fenomena perubahan zaman. Dan sangat berdampak pada perkembangan diri anak.
“Antara kemajuan teknologi dan storytelling bukanlah pilihan yang harus dibuat. Melainkan menjadi gambaran bagi masyarakat untuk mengevaluasi berbagai hal yang bisa dilakukan untuk anak,” jelasnya.
Baginya, mengenalkan anak dan hidup di era modern sangat penting untuk masa depan. Namun akan lebih baik bagi anak jika diimbangi dengan penanaman nilai-nilai hidup yang baik melalui kebiasaan mendongeng atau mendongeng kepada anak sebelum tidur atau di waktu senggang.
“Setiap anak membutuhkan perhatian, dan setiap orang tua membutuhkan kesempatan untuk melakukan hal-hal positif bagi anaknya,” pungkasnya. (ilmidza amalia/fud)