Skip to content
berita harian terbaik
Menu
  • Home
  • Sains
  • Kesehatan
  • Teknologi
  • Hiburan
  • Bisnis
  • Olahraga
  • hewan peliharaan
  • memasak
  • tentang kami
Menu
boks bos HS

Ekspedisi Gerakan Anak Tanah Tana Toraja Kajang Edisi 2 : Satu Pohon Rp45 Juta

Posted on July 26, 2022 by 63zvg

PASSAPU : CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu, memakai Passapu (tutup kepala) saat hendak bertemu Amma Toa. DOC RADAR BOGOR

Oleh Hazairin Sitepu

RADARDEPOK.COM – Amma Toa selalu memakai semua pakaian hitam. Dia kebanyakan di rumahnya. Menjunjung tinggi asas dan hukum adat. Tidak banyak orang yang bisa bertemu dengan tokoh sentral dan pemimpin tertinggi adat Kajang ini.

Sudah lama sejak saya mendengar tentang karisma Amma Toa. Ketika saya berada di kampus IKIP Negeri Ujungpandang antara tahun 1984-1999, saya memiliki beberapa teman dari Bulukumba. Juga teman-teman dari suku Kajang.

Dalam perjalanan dari gerbang (baca edisi 1), saya sempat berpikir, sosok seperti apakah Amma Toa itu. Bagaimana kehidupan karakter berusia 80 tahun itu? Apakah dia akan berada di tempat tidur ketika dia bertemu dengannya? Dibungkus sarung tangan hitam?

“Ini rumah Amma Toa. Silakan naik,” kata Labbiriyah Ri Kajang Andi Rahmat Sahib. Andi Rahmat juga merupakan kecamatan Kajang. Dia dan beberapa petugas bea cukai benar-benar mengantar saya dan rombongan selama kami tinggal di Tana Toa.

Baca juga: Ekspedisi Gerakan Anak Nasional Tana Toraja Edisi 1: Semua Rumah Menghadap Kiblat

Aku berjalan menuju tangga rumah. Kemudian memasuki ruang tamu yang luas. Itu terlihat kesepian. Saya diarahkan ke sudut selatan ruang tamu. Itu agak gelap sehingga saya tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam ruangan.

Perlahan lanjutkan menuju sudut ruangan. Ternyata di sudut selatan ruang tamu duduk seorang pria berpakaian serba hitam. Juga memiliki ikat kepala hitam. “Ini Amma,” kata Andi Rahmat. Setengah kaget. Saya juga tercengang.

Aku melihat Amma Toa yang sedang duduk tepat di sudut ruangan. Dengan hati-hati. Agak sulit dipercaya. Dalam pikiranku, begitu sampai di ruang tamu, aku duduk sebentar menunggu Amma Toa yang ada di kamarnya. Belakangan, setelah diberi tahu bahwa tamu sudah datang, barulah Amma keluar.

Ternyata Amma Toa sudah menunggu saya dan rombongan tiba di ruang tamu rumahnya. “Mae ki nak. Mani ki mae. Kunnu ki accidong nak,” kata Amma Toa dalam bahasa Konjo. Artinya, “Mendekatlah ke sini Nak. Silakan duduk.” Aku duduk di sebelah Amma Toa. Berdampingan dengan pemimpin tertinggi adat Kajang.

Di sudut jauh, Amma duduk bersila menghadap Utara. Saya menghadap sedikit ke barat. Aku mencoba memperhatikan wajahnya. Perhatikan perawakannya. Memandangi matanya. Karena agak gelap atau mata saya tidak cerah, saya tidak bisa melihat sepenuhnya.

Ada semacam bantal dan guling hitam di sebelah kiri punggung Amma. Lalu ada guci besi kecil di sebelah kanan Amma. Saya melihat ada pinang, badik kecil (kers) di dalam toples.

Apakah sudut itu juga tempat tidur Amma? Atau sekedar tempat beristirahat sambil menunggu tamu? Itu hanya tempat ketika Amma sedang menunggu tamu. Amma memiliki kamar pribadi di belakang. Ada dua kamar di sana: satu untuk Amma dan satu lagi untuk anggota keluarga.

Rumah Amma Toa terbagi menjadi dua bagian besar. Ruang tamu dan dapur di depan dan kamar tidur di belakang. Ruang depan terbuka untuk siapa saja yang datang. Dapat melihat seluruh ruangan. Untuk kamar, Amma menyebutnya sebagai kamar rahasia.

Amma kemudian mulai berbicara. “Terima kasih, Nak. Selamat datang di kawasan adat Tana Toa,” kata Amma membuka percakapan. Sangat bersemangat. Suaranya keras. Sosok ini sangat fasih bahkan dalam hal terkecil dari penerapan hukum adat di Kajang.

Amma kemudian menjelaskan mengapa adat Kajang menempatkan dapur bersama dengan ruang tamu. Mengapa dapur di bagian paling depan ruang tamu? “Dapur adalah simbol kemakmuran. Makanan, minuman, dari dapur,” jelas Amma.

Dapur ada di ruang tamu depan, kata Amma, karena memang perempuan yang masak di Kajang. Jika seorang gadis bisa memasak, itu berarti anak itu sudah dewasa. Dia bisa memiliki keluarga.

Cukup lama bagi Amma untuk menjelaskan tentang dapur. Menurut Amma, jika seorang pemuda datang berkunjung saat seorang gadis sedang memasak, pemuda itu bisa melihat. “Wajahnya, warna kulitnya. Dia bisa melihat dengan jelas,” kata Amma.

Sama seperti di Baduy, adat Tana Toa tidak mengenal pacaran. Pernikahan terjadi setelah perjodohan. Jika ketahuan berpacaran, maka dihukum. Tanpa pandang bulu.

Hukuman pacaran di Tana Toa cukup berat. “Setiap laki-laki dan perempuan yang tidak menikah didapati berduaan, maka dipidana dengan membayar denda dua belas real.” itu cukup banyak argumen untuk hukum adat.

Nilai tukar atau nilai tukar riil di Kajang telah ditentukan. Tidak mengikuti nilai pasar, atau perkembangan nilai tukar mata uang asing. Satu Real setara dengan Rp 1.000.000. Jadi siapapun yang ketahuan pacaran, harus membayar denda Rp. 12 juta. “Ini kebiasaan,” kata Amma.

Denda tidak hanya berlaku bagi mereka yang berpacaran. Tapi menebang pohon, mengambil rotan, menangkap udang di wilayah adat Tana Toa, juga dihukum.

Denda untuk menebang pohon adalah 45 rial ditambah satu kerbau. Artinya, jika seseorang menebang pohon di wilayah adat Tana Toa tanpa izin Amma, maka dikenakan denda sebesar Rp 45 juta plus satu ekor kerbau.

Denda terberat adalah ‘kecelakaan’ akibat pacaran. Seorang pria yang menghamili seorang wanita di luar nikah akan dihukum dengan 120 real. Ia harus membayar denda sebesar Rp. 120 juta.

Jika dalam penerapan hukum formal (hukum negara) kita mengenal polisi, jaksa dan hakim. Juga pengacara atau penasehat hukum, dalam hukum adat Kajang tidak mengenal itu. Semua keputusan ada di tangan Amma Toa setelah dipertimbangkan oleh pejabat adat tertentu.

Adat Kajang menempatkan kejujuran pada posisi tertinggi. Menurut Amma Toa, kejujuran dapat mencegah manusia melakukan kejahatan. Barang siapa tidak jujur, maka dia berbuat jahat.

Kedua, sopan santun. Ini mencakup banyak aspek. Termasuk soal menyendiri dengan non-mahram. Hal terkecil dari kesantunan, menurut Amma Toa, adalah memaafkan diri sendiri saat berjalan di depan orang banyak.

Dua hal inilah yang mendasari semua penerapan hukum adat di Kajang. Sangat sederhana. Dan Amma Toa adalah hakim tertinggi penerapan hukum adat di Tana Toa..

Saya merasa sangat terhormat telah bertemu Amma Toa. Bisa duduk berdampingan. Bisa mendapatkan banyak ilmu dan pengetahuan. Merasa sangat terhormat bahwa Amma Toa sudah menunggu di sudut ruang tamunya sebelum saya tiba. (**)

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Tak Hanya Pandai Bernyanyi, 5 Idol K-Pop Pria Ini Punya Skill Memasak Bak Koki!
  • Rekomendasi 8 Film Korea yang Diadaptasi dari Kisah Nyata
  • Kampanye IM3 ‘Becoming Indonesia’, Ajak Generasi Muda Bangga Bekerja Sama dengan Freedom Internet | RADAR BOGOR
  • 10 Kebiasaan Penyebab Penyakit Ginjal yang Harus Dihindari
  • Modal buka Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi terbaru 2022, termasuk syaratnya

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • August 2022
  • July 2022

Categories

  • Bisnis
  • hewan peliharaan
  • Hiburan
  • Kesehatan
  • memasak
  • Olahraga
  • Sains
  • Teknologi
  • hubungi kami
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat & Ketentuan
  • tentang kami
©2022 berita harian terbaik | Design: Newspaperly WordPress Theme