KOMPAS.com – Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan yang serius di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu upaya untuk mencegah penyebaran penyakit ini adalah inovasi baru Wolbachia.
Angka prevalensi penyakit ini masih cukup tinggi. Sebab, demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.
Di Indonesia telah teridentifikasi tiga jenis nyamuk yang dapat menularkan virus dengue, yaitu: Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris.
Demam berdarah terus mendapat perhatian pemerintah, yang menargetkan nol kasus atau zero kasus pada 2030.
Untuk menekan ancaman penyebaran dan penularan DBD, The World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta yang dijalankan oleh Prof. Adi Utarini melakukan penelitian terkait pengendalian virus dengue menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki bakteri Wolbachia.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), bakteri ini akan dimasukkan ke dalam nyamuk, dan membuatnya tidak lagi menularkan virus.
Baca juga: Bakteri Wolbachia Berhasil Menekan DBD, Bisa Diterapkan di Seluruh Indonesia?
Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh secara alami pada serangga, terutama nyamuk, kecuali nyamuk Kuil orang Mesir, nyamuk penyebab demam berdarah dengue (DBD).
Bakteri ini dapat melumpuhkan virus dengue sehingga jika ada nyamuk pembawa penyakit demam berdarah menghisap darah yang mengandung virus dengue maka akan kebal, dan tidak akan menyebar ke tubuh manusia.
Uji coba nyamuk Wolbachia untuk cegah DBD
Uji penyebaran nyamuk berwolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Rencananya uji coba akan terus diperluas.
Dalam pengujian ini, perawat dan peneliti dimonitor untuk melihat efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penyebaran virus dengue.
Hasil penelitian menunjukkan, di lokasi penyebaran Wolbachia terbukti mampu menekan kasus DBD hingga 77 persen. Intervensi ini jauh lebih efektif daripada pemberian vaksin dengue.
“Penelitian WMP Yogyakarta telah membuktikan bahwa di daerah tempat kita menyebarkan nyamuk, angka DBD turun 77,1 persen dan angka rawat inap karena DBD turun 86,1 persen. Intervensi ini lebih efektif daripada vaksin dengue,” jelas Adi Utarini yang akrab disapa Uut.
Baca juga: Studi: Penyebaran Nyamuk Berwolbachia Terbukti Efektif Turunkan Kasus DBD
Dari sisi pembiayaan, penyebaran Wolbachia juga diklaim lebih murah dibandingkan vaksinasi DBD.
Selain efisien dan efektif, Wolbachia dijamin aman karena gigitannya tidak akan berdampak pada kesehatan manusia.
Diharapkan inovasi teknologi ini dapat diadaptasi sebagai program nasional dalam upaya menekan penyebaran penyakit DBD di Indonesia.
“Jadi ini merupakan inovasi yang diharapkan dapat memperkuat program pengendalian DBD di Indonesia agar masyarakat dapat terhindar dari DBD,” kata Uut.
Meski begitu, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian DBD yang ada di Indonesia.
Masyarakat tetap dihimbau untuk melakukan gerakan 3M Plus dengan cara menguras dan menutup tempat penampungan air, mendaur ulang benda-benda yang dapat menampung air, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Baca juga: Hendropriyono Rawat Demam Berdarah Dengue, Kenali Gejalanya dan Cara Mencegahnya
Gejala penyakit DBD
Secara klinis, demam berdarah ditandai dengan demam tinggi mendadak selama 2-7 hari dengan suhu 28-40 derajat Celcius atau lebih.
Saat terjadi demam, bintik-bintik merah bisa muncul di kulit dan jika meregang bintik-bintik merah itu tidak hilang.
Kadang-kadang pasien dapat mengalami pendarahan di hidung atau mimisan, dan mungkin ada muntah darah atau tinja berdarah.
Gejala demam berdarah yang dialami seseorang juga bisa mengalami sakit maag akibat pendarahan di lumbung.
Bila kondisinya parah, pasien gelisah, ujung tangan dan kaki terasa dingin dan berkeringat.
Mungkin juga ada perdarahan dari selaput lendir mukosa, saluran pencernaan, tempat suntikan, atau tempat lain.
Baca juga: Waspada DBD pada Anak, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya
Dapatkan pembaruan berita unggulan dan berita terkini setiap hari dari Kompas.com. Jom join grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, lalu join. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.