Selamat Hari Anak Nasional 2022! Saatnya semua orang bergerak untuk melindungi anak-anak dari demam berdarah dengue (DBD).
Bukankah banyak penyakit yang rawan menyerang anak-anak, lalu mengapa DBD menjadi fokus perhatian?
Secara umum, ada beberapa alasan mengapa penyakit demam berdarah perlu mendapat perhatian, yaitu tingginya kasus demam berdarah pada anak-anak yang didukung oleh iklim Indonesia yang mendukung perkembangbiakan nyamuk demam berdarah, anak-anak rentan digigit nyamuk dan tingkat kematian yang tinggi.
Kondisi DBD di Indonesia
Tiffany Tiara Pakasi, Pj Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, mengatakan iklim Indonesia memang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk DBD. Kuil orang Mesir.
Nyamuk DBD berkembang biak dan menyebarkan virus penyebab demam berdarah yang didukung oleh suhu lingkungan, kelembaban, curah hujan dan arah angin.
“DHF dilaporkan di Indonesia sejak tahun 1968. Trennya memang meningkat tetapi pada tahun 2022 memang turun menjadi 63 ribu kasus dari 138 ribu. Angka kematian dari 1.500 kemudian turun menjadi 500 kasus,” jelas Tiara dalam obrolan virtual dengan Takeda. , Rabu (20/7).
Ia melanjutkan, hingga pekan ke-28 2022, tercatat lebih dari dua ribu kasus DBD dari 455 kabupaten/kota di 34 provinsi. Sebanyak 10 provinsi dengan kasus DBD tertinggi adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Lampung, Banten, Sulawesi Selatan, Bali, dan NTT.
Ternyata kasus DBD pada anak cukup tinggi. Dilihat dari data Kementerian Kesehatan, tren kasus DBD pada anak mengalami peningkatan dari tahun 2018-2022.
Usia | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 |
1,55 persen | 2,15 persen | 3,02 persen | 2,90 persen | 2,49 persen | |
1-4 tahun | 8,96 persen | 9,22 persen | 14,55 persen | 12,79 persen | 11,78 persen |
5-14 tahun | 41,25 persen | 41,8 persen | 33,08 persen | 37,21 persen | 39,24 persen |
“[Kasus DBD anak] cukup tinggi bila digabungkan dari bayi hingga remaja, mendominasi kasus tersebut. Kematian juga dominan pada usia mereka. Tepat jika [Hari Anak Nasional 2022] sosialisasi tentang DBD terus dilakukan,” kata Tiara
Anak-anak rentan terhadap DB
Iklim tropis Indonesia baik untuk perkembangbiakan nyamuk demam berdarah. Kasus DBD pada anak juga tinggi. Mengapa anak-anak paling rentan terhadap infeksi dengue?
Anggraini Alam, Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menjelaskan ada beberapa alasan mengapa anak rentan terkena demam berdarah:
1. Anak-anak tinggal di daerah dengan populasi nyamuk DBD yang tinggi, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk umum berada di lingkungan perkotaan, perumahan, atau relatif bersih.
Meski lingkungan bebas dari sampah atau genangan air, terkadang ada genangan air yang sering tidak disadari bisa menjadi tempat hidup nyamuk, seperti wadah air di dispenser dan vas bunga.
2. Nyamuk DBD aktif pada siang hari dengan puncaknya pada pukul 08.00-13.00 dan pukul 15.00-17.00. Dokter anak yang sering disapa Anggi ini mengatakan, jam-jam tersebut biasanya juga merupakan jam-jam ketika anak-anak aktif beraktivitas atau bermain.
“Penting untuk diketahui nyamuk bisa di mana-mana, di rumah, taman bermain, sekolah, jika usianya produktif, nyamuk bisa hadir di tempat kerja,” tambahnya.
3. Dibandingkan dengan jenis nyamuk lainnya, nyamuk demam berdarah memang menyukai bau tubuh manusia. Setelah anak-anak bermain, mungkin pakaian anak-anak digantung sebelum dicuci dan Anda akan menemukan banyak nyamuk di antara pakaian.
“Baju yang sudah kita pakai harus segera dicuci,” kata Anggi.
Tingkat kematian tinggi
Ada juga tiga fase infeksi dengan masing-masing komplikasi potensial, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan
Fase demam
Hal ini ditandai dengan demam tinggi dan sulit turun meski sudah minum obat penurun demam. Komplikasi potensial pada fase ini termasuk dehidrasi, kejang, dan perdarahan hebat (jarang)
fase kritis
Fase kritis juga disebut fase kebocoran plasma. Gejala klinis utama meliputi suhu tubuh normal atau di bawah normal, kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan peritoneal, perdarahan dan risiko syok dan kematian.
Fase pemulihan
Pada fase ini, umumnya terjadi stabilisasi tanda-tanda vital tubuh, penyerapan cairan kembali ke intravaskular dan nafsu makan lebih baik. Namun, masih ada potensi komplikasi berupa kelebihan cairan intravaskular.
“Dalam tujuh hari, tiga fase telah berlalu, ini sangat sempit. Masa kritisnya hanya 24-48 jam tetapi fase inilah yang menentukan apakah pasien bertahan atau tidak,” jelasnya.
Dalam fase kritis, lanjutnya, orang tua harus berhati-hati. Kebocoran plasma hingga syok dan berbagai komplikasi seperti pendarahan hebat, gagal hati, gangguan organ, tingkat kematian yang tinggi
Tak heran, di Hari Anak Nasional 2022, DBD menjadi penyakit yang perlu mendapat perhatian lebih.
“Dari 20 kasus DBD, 1 kasus bisa parah (gejala berat). Kita harus waspada, kita tahu ada tiga fase, kemudian pada fase kritis demam mulai turun, itu harus waspada, kenali tanda-tanda bahayanya. untuk segera ke rumah sakit,” tambah Anggi.
(chs/chs)
[Gambas:Video CNN]