Steril adalah satu-satunya solusi agar populasinya berkurang
Jakarta (ANTARA) – Febri Ningsih bertekad untuk mengebiri kucing peliharaannya, Choziro, sejak mengadopsinya di usia 2,5 bulan. Kucing betina itu akhirnya dikebiri ketika dia berusia tujuh bulan tahun lalu.
Menurut Febri, tubuh kucing yang dikebiri lebih sehat dan tubuhnya bisa lebih gemuk. Hal inilah yang membuatnya rela merogoh kocek sekitar Rp. 1,5 juta untuk keperluan steril.
Baca juga: Sterilisasi Bisa Optimalkan Kesejahteraan Kehidupan Hewan Peliharaan
Pemilik kucing lain, Indriyani, juga memutuskan untuk mengebiri kucingnya. Pegawai swasta di kantor di kawasan Jakarta Barat itu mengatakan, saat ini usia “anak bulu” (anabul) belum mencapai satu tahun dan terlalu dini untuk menjalani sterilisasi.
Dia tidak ingin kucingnya hamil dua kali setahun, seperti induknya. Menurut Indri, kucing betina yang terus melahirkan bisa berdampak pada umur panjang keturunannya.
Sedangkan pada kucing jantan, sterilisasi dapat mencegahnya menyemprotkan urin atau penyemprotanuntuk menandai wilayahnya.
Hal ini juga diakui oleh Dokter James Erwin yang berpraktik di sebuah klinik hewan di kawasan Tebet Raya, Jakarta Selatan. James yang tergabung dalam Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) mengatakan, kebiri merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan perilaku kucing jantan yang sering kencing dan berkelahi.
Ia menganjurkan agar kucing dikebiri sebelum memasuki masa panas, yaitu usia maksimal enam bulan. Ketika kucing jantan masuk nafsu dan lepas kendali, mereka khawatir akan masalah ingatan.
James mengatakan, ada hormon yang dikeluarkan dari diri kucing agar ia tidak lagi merasakan nafsu. Meski memang, lanjutnya, nafsu tidak hanya dari faktor hormonal, tetapi juga dipengaruhi oleh daya ingat, penglihatan, dan penciuman.
Baca juga: Sudin KPKP Jakarta Selatan Gelar Sterilisasi Kucing Gratis
Persiapan kebiri
Sebelum dikebiri, dokter biasanya memastikan kucing sudah mendapat setidaknya tiga vaksin, yaitu: kucing calisivirus, rhinotracheitis dan panleukopenia, ditambah rabies. Kucing juga diharuskan berpuasa minimal 6-8 jam sebelum operasi.
Setelah itu, dokter akan memeriksa kondisi kucing tersebut. Jika kucing dinyatakan sehat dan tidak ada gejala seperti muntah dan diare selama seminggu terakhir, maka ia dapat menjalani pemeriksaan lanjutan.
“Sebelum operasi, semuanya akan diperiksa kembali. Kalau kita periksa paru-paru, jantung saat hewan datang, tegang. Tidak apa-apa. Apalagi kucing,” kata James.
Tahap selanjutnya, dokter akan memeriksa kembali kondisi kucing untuk memastikan tidak ada yang mencurigakan. Biasanya pemilik akan dihubungi jika ada masalah dan rencana pengebirian dibatalkan. Namun jika tidak ada masalah, maka kucing bisa masuk tahap operasi.
Setelah operasi, kucing dirawat di rumah sakit di klinik. Diungkapkan James, keputusan ini bisa berbeda untuk masing-masing. Namun, untuk kucing betina, dia merekomendasikan untuk dirawat di rumah sakit setidaknya selama tiga hari.
“Terutama yang betina. Karena dia punya bukaan perut. Lebih berat. Makanya ada catatan khusus untuk pemiliknya. Jika laki-laki selamat. Rata-rata 99,9 persen aman (setelah operasi),” kata James.
Setelah operasi, kucing baru bisa mandi setelah seminggu. Kucing jantan umumnya diberikan suntikan antibiotik yang memiliki efek jangka panjang. James mengingatkan pemilik untuk berhati-hati menangani luka operasi pada kucing. Luka ini, katanya, tidak boleh basah.
Enam bulan setelah operasi, dokter biasanya akan mengevaluasi bentuk tubuh kucing. Seperti yang diungkapkan James, lemak cenderung mudah menumpuk di tubuh kucing setelah dikebiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah jam tidur.
Jika tubuh kucing sudah mengarah ke obesitas, maka pemilih perlu membatasi jumlah makanan anabul tersebut.
James juga mengingatkan, pemiliknya rutin memberikan obat cacing setiap 1-3 bulan sekali. Obat cacing secara teratur dapat mengurangi waktu Anda mengunjungi dokter.
“Antelmintik. Wajib 1-3 bulan. Itu gerbang penyakit paling tinggi dan biasanya pemilik mengabaikannya,” ujarnya.
Baca juga: Jakarta Barat Rancang Tempat Khusus Memberi Makan Kucing Liar
Kebiri adalah solusi untuk menekan populasi kucing
Plt. Kepala Seksi Kesehatan Hewan Peternakan dan Kepala Seksi Ketahanan Pangan dan Pertanian Sudin Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan. Nila Kartina mengatakan sterilisasi atau sterilisasi merupakan salah satu solusi untuk menekan populasi kucing sekaligus keluhan masyarakat.
Ia belum bisa merinci populasi kucing saat ini, khususnya di wilayah Jakarta Selatan. Namun, Nila sepakat bahwa populasi kucing terbesar di DKI Jakarta ada di wilayah selatan.
Menurutnya, banyak masyarakat di wilayah selatan Jakarta yang mengeluhkan banyaknya kotoran kucing yang bertebaran di berbagai lokasi. Masyarakat juga menanyakan kepada Sudin KPKP. untuk bertindak.
Lembaga tersebut telah melakukan program atau kegiatan sterilisasi kucing, terakhir pada 19-21 Juli dengan menyasar kucing peliharaan. Kegiatan ini bekerjasama dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan sejumlah klinik di Jakarta Selatan. Saat itu, Sudin KPKP. memberikan kuota 500 ekor kucing (100 betina dan 400 jantan).
Nila mengatakan, kegiatan serupa akan kembali digelar pada September dan Oktober, masih bekerjasama dengan PDHI.
“Disterilkan adalah satu-satunya solusi untuk mengurangi populasi. Karena jika jumlahnya banyak, kita sebagai pemerintah tidak mampu lagi dengan sumber daya manusia yang cukup terbatas,” ujarnya.
Selain sterilisasi, Sudin KPKP Jakarta Selatan juga memfasilitasi warga yang sudah tidak mampu lagi memelihara kucing untuk diserahkan ke Puskesmas di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, dengan syarat kucing dalam keadaan sehat.
“Kalau nanti diadopsi oleh orang lain yang memang berminat, kucingnya akan sehat dan bersih,” kata Nila.
Diakui Nila, tidak semua orang menerima program sterilisasi yang dilakukan lembaganya, karena terkesan tidak adil terhadap hewan. Namun, ia dan timnya mencoba melakukan pendekatan persuasif.
Baca juga: Jakarta Barat Perbolehkan Warga Beri Makan Kucing Liar
Redaktur: Taufik Ridwan
HAK CIPTA © ANTARA 2022