Sabtu, 23 Juli 2022, 13:30 WIB
Rep: wartaekonomi.co.id/ Merah: wartaekonomi.co.id
Anak sedang menggunakan gadget (Sufri Yuliardi) | Foto: Berita Ekonomi
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga menggunakan internet, terutama untuk menunjang kegiatan sekolah. Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020, sebanyak 25,4% pengguna internet adalah anak-anak.
“Anak-anak sangat rentan terhadap paparan” perundungan siberhoax, ujaran kebencian, pornografi, kejahatan di dunia digital,” kata Wakil Ketua Litbang Mafinfo, Cahya Suryani saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok masyarakat dan komunitas di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis (21/7/ 2022), dalam keterangan tertulis yang diterima.
Baca juga: Kejahatan di dunia maya meningkat, orang tua diminta mendampingi anak saat mengakses internet
Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini mengunggah konten anak-anak mungkin sudah dianggap biasa dan lumrah. Namun tanpa sepengetahuan orang tua, ada konsekuensi etis dan psikologis yang menyertainya. Hal ini terkait dengan fenomena sharenting yang baru berkembang. Berbagi adalah perilaku orang tua membagikan aktivitas anaknya seperti makan, belajar, bermain online melalui media sosial orang tua.
Sedangkan dalam hak digital, sebenarnya ada hak orang tua untuk membagikan unggahan aktivitas anak. Namun di balik itu ada hak anak atas citranya sendiri untuk tidak dipublikasikan atau diunggah di media sosial orang tuanya. Fenomena berbagi ini menurut keibuan menunjukkan ibu sebagai validasi bahwa mereka adalah orang tua yang baik. Sebuah perasaan yang sangat dibutuhkan dalam mengasuh anak.
Baca Juga: Lindungi Data Pribadi, Hindari Risiko Keamanan Digital
Sedangkan dalam keluarga ada privasi yang perlu dijaga. Seperti tidak mengungkapkan kartu identitas atau identitas anak. Mengunggah atribut sekolah anak, lokasi sekolah anak, bahkan segala aktivitas yang membuat anak menjadi korban perundungan siber.
“Setiap suka, bagikan, dan komentar positif pada konten bayi memiliki risiko. Bukan tidak mungkin bertahun-tahun kemudian,” ujarnya lagi.
Contoh paling ekstrim dari pengungkapan data pribadi dan unggahan foto anak adalah kejadian penculikan dimana anak bisa menjadi sasaran para pedofil. Namun, hak digital anak itu kompleks, karena anak masih tumbuh dan berkembang. Anak-anak suka bereksplorasi, memiliki rasa ingin tahu yang besar. Anak-anak juga suka bermain dan berimajinasi.
“Orang tua perlu memikirkan konsekuensi yang mungkin diterima sekarang dan di masa depan,” ujarnya lagi.
Baca Juga: Kreatif Melihat Tren Pekerjaan di Era Digital
Menyikapi perkembangan Teknologi Informasi Komputer (TIK), Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi berkolaborasi dan meluncurkan program Indonesia More Digital Capable. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta orang ditargetkan menerima literasi digital pada 2024.
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok komunitas dan komunitas di Kabupaten Madiun Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi.
Baca Juga: Peran Penting Internet Dalam Kegiatan Belajar Mengajar dan Budaya Literasi di Indonesia
Kali ini hadir pembicara yang ahli di bidangnya, antara lain Koordinator Wilayah Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Erie Heriyah dan Wakil Ketua Penelitian dan Pengembangan Mafinfo, Cahya Suryani. Pemimpin Opini Utama (KOL), seorang tokoh masyarakat, Enno Lerian. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital, hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu melalui akun media sosial Siberkreasi.
Penafian:
Berita ini merupakan kerjasama antara Republika.co.id dan Warta Ekonomi. Hal-hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, grafik, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.