KOMPAS.com – Seiring berkembangnya teknologi digital, risiko intimidasi atau perundungan siber pada anak-anak terus meningkat, terutama di masa pandemi Covid-19.
Melansir Kompas.com, Sabtu (28/11/2020), perundungan siber Hal ini terjadi karena meningkatnya intensitas penggunaan gadget oleh anak-anak seiring diterapkannya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Akibatnya, risiko intimidasi juga rentan di ranah digital.
Menyikapi fenomena tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar serangkaian webinar #MakinCakapLiterasi digital digital bertajuk “Identifikasi dan Antisipasi Digital Bullying (Cyberbullying)” pada Kamis (23/9/2021).
Pada webinar Dalam hal ini, Kemenkominfo menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, yaitu: pendiri dan CEO PT Maline Teknologi Internasional Samuel Berrit Olam dan pengacara bidang informasi dan teknologi (TI) Sandy Nayoan.
Kemudian, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Muhammad Yunus Anis dan dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta Anggun Puspitasari.
Pada kesempatan itu, Samuel Berrit menjelaskan bahwa perundungan siber adalah bullying yang dilakukan dengan menggunakan teknologi digital.
“Itu bisa terjadi di media sosial, platform mengobrol, permainandan ponsel,” kata Samuel dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (27/9/2021).
Dia menambahkan, perundungan siber adalah perilaku berulang untuk menakut-nakuti, marah, atau mempermalukan orang yang menjadi sasaran.
Berdasarkan data Drone Emprit, lanjut Samuel, cyberbullying paling banyak terjadi di Instagram sebesar 42 persen. Kemudian disusul platform Facebook 37 persen, Snapchat 31 persen, WhatsApp 12 persen, YouTube 10 persen, dan Twitter 9 persen.
Faktor terbesar di balik terjadinya bullying di ranah digital adalah penampilan dengan persentase 61 persen.
Pada saat yang sama, Sandy Nayoan menegaskan bahwa perundungan siber lebih kejam dari intimidasi. Pasalnya, pelaku intimidasi bisa meninggalkan jejak digital, seperti foto, video, dan tulisan.
Dampak perundungan siber juga cukup ampuh karena dapat menggoyahkan psikologi seseorang.
“Dampak perundungan siber Antara lain menimbulkan kecemasan, stres emosional, ketakutan, kurang percaya diri, kebencian, bunuh diri, kurangnya semangat hidup, kecemasan atau depresi yang berlebihan, isolasi diri di dunia maya, kemarahan, dan balas dendam,” kata Sandy.
Sandy menjelaskan, salah satu cirinya perundungan siber adalah tidak adanya kekerasan fisik antara pelaku dan korban karena tindakan bullying menggunakan teknologi.
“Ada pasal-pasal undang-undang yang bisa menjerat pelakunya” intimidasi. Perbuatan yang mengandung kesusilaan dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” jelas Sandy.
Penindasan yang mengandung penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Sedangkan pemerasan dan/atau pengancaman dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE.
“Perlakukan orang lain seperti Anda ingin orang lain memperlakukan Anda. Saring sebelum membagikan. Oleh karena itu, posting konten positif dan jangan ikuti orang lain yang melakukannya intimidasi. Terapkan nilai-nilai Pancasila di media,” katanya.
Senada dengan Sandy, Muhammad Yunus mengatakan bahwa bullying adalah perilaku yang tidak menyenangkan, baik secara verbal, fisik, maupun sosial, di dunia nyata maupun di dunia maya. Bullying dapat membuat seseorang tertekan, terluka, dan tidak nyaman.
“Indonesia dengan potensi keragaman budayanya harus terus dijaga dan dilestarikan, terutama di ranah digital,” kata Yunus.
Dengan penguatan karakter nilai-nilai Pancasila, lanjut Yunus, akan lahir budaya digital yang kreatif, aman, dan nyaman. Tak kalah penting, optimalisasi keempat kurikulum literasi digital juga harus dilakukan.
Oleh karena itu, Anggun Puspitasari mendorong berbagai pihak untuk melindungi diri dari risiko perundungan siber di media sosial, terutama pada anak-anak.
Prioritaskan mengikuti akun media sosial yang terverifikasi. Hati-hati dengan ganti akun, akun palsu, dan akun non-pribadi. Bertemanlah dengan akun yang memiliki salingteman,” jelasnya.
Untuk diketahui, webinar Ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. webinar terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar tentang dunia literasi digital.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dengan mengikuti webinar melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Gerakan Nasional Literasi Digital, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.