Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Indonesia dalam beberapa pekan terakhir cenderung underperform dan pergerakannya cenderung fluktuatif, kecuali pasar obligasi pemerintah yang cenderung lesu dalam beberapa pekan terakhir.
Sementara itu, investor asing juga semakin tidak tertarik di pasar keuangan Indonesia, baik di pasar saham, pasar valas, maupun di pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN).
Di pasar saham, hal ini tentu berbanding terbalik dengan posisi awal tahun ini dimana asing masih ‘genius’ berburu saham di Indonesia. Sementara itu, pada mata uang negara (rupiah) dan surat berharga negara (SBN) terjadi sebaliknya pada tahun lalu.
Di bursa saham Indonesia atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), asing kembali tercatat arus keluar atau penjualan bersih dari Rp 271,79 di semua pasar, di mana Rp 350,56 miliar di pasar reguler. Asing hanya berburu di pasar tunai dan negosiasi sebesar Rp. 78,77 miliar.
Dalam sebulan terakhir, orang asing telah mencatat arus keluar hingga 6,78 triliun di pasar saham Indonesia. Tapi kali ini (sejauh tahun ini/YTD), orang asing masih terdaftar arus masuk sebesar Rp 56,89 triliun di pasar modal Indonesia.
Sementara itu, di pasar SBN, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI akhir bulan lalu hingga 22 Juli tercatat asing arus keluar sebesar Rp. 29,15 triliun.
Sedangkan dari posisi akhir tahun lalu hingga 21 Juli lalu atau sepanjang tahun ini (YTD), arus keluar di pasar SBN sudah mencapai Rp 140,27 triliun.
Di kawasan Asia-Pasifik, Indonesia merupakan asing terbesar yang melepas kepemilikan SBN-nya pada bulan lalu, dimana asing telah melepas SBN sebesar Rp 15,51 triliun.
Setelah Indonesia, ada Thailand yang melepas US$ 1,11 miliar, Malaysia US$ 940 juta, dan Korea Selatan yang bulan lalu dilepas asing US$ 725 juta.
Tidak hanya di pasar saham dan SBN, asing juga tampaknya tidak tertarik dengan rupiah. Bahkan dalam enam pekan berturut-turut, rupiah tidak pernah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Meski akhir-akhir ini pelemahannya hanya tipis, pekan lalu rupiah hanya melemah 0,17% menjadi Rp 15.015/US$.
Investor asing meninggalkan Indonesia bukan karena fundamental dalam negeri, melainkan karena kekhawatiran resesi, meningkatnya inflasi global, dan semakin agresifnya bank sentral di negara-negara Barat dalam menaikkan suku bunga acuannya.
Tidak hanya di Indonesia, banyak negara di Asia yang harus merelakan keluarnya dana asing di pasar keuangan domestiknya masing-masing.
Dilaporkan dari Waktu Bisnisorang asing mencatat arus keluar Dari tujuh bursa Asia pada kuartal terakhir, menembus ekuitas US$ 40 miliar atau sekitar Rp 599,4 triliun (kurs Rp 14.985/US$). Jumlah ini lebih tinggi dari periode tiga bulan selama periode sistemik sejak 2007.
Ketujuh negara tersebut adalah India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Thailand. Jumlah US$ 40 miliar adalah total arus keluar selama tiga bulan jika dibandingkan dengan tiga periode sistemik sebelumnya.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) yang masih cenderung dovish Hal ini pula yang menjadi alasan investor asing cenderung enggan memburu aset keuangan di Indonesia, padahal hal ini justru menjadi dorongan bagi pihak asing untuk memburunya.
BI tetap mempertahankan suku bunga acuan. Saat ini, BI 7-Day Reverse Repo rate (BI-7DRR) masih bertengger di level 3,5%.
Sedangkan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan tersebut cukup mengejutkan di tengah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan bank sentral negara maju lainnya yang semakin agresif menaikkan suku bunga acuan. Dalam jajak pendapat yang dilakukan CNBC Indonesiabeberapa ekonom mengharapkan kenaikan suku bunga 0,25%.
“Jika pasar merasa bank sentral negara berkembang kurang responsif untuk menaikkan suku bunga acuan untuk menahan ekspektasi inflasi dan menjaga perbedaan imbal hasil yang menarik bagi investor, potensi arus keluar akan meningkat,” kata Enrico Tanuwidjaja, Kepala Ekonomi dan Riset UOB Indonesia. . CNBC IndonesiaSenin (25/7/2022) kemarin.
Hal senada disampaikan Irman Faiz, Analis Ekonomi Makro Bank Danamon.
“Ada potensi yang arus keluar akan berlanjut karena pasar sudah mulai mengharapkan BI akan menaikkan suku bunga di tengah agresifnya Fed,” jelasnya kepada CNBC Indonesia.
Namun, pelemahan rupiah tidak terlalu signifikan. Mengingat porsi asing di SBN juga semakin menipis, yakni 15%.
“Dampaknya terhadap rupiah tidak terlalu agresif karena tingkat kepemilikan asing jauh lebih rendah dan kami melihat pelaku domestik lebih banyak memegang aset portofolio,” jelasnya.
TIM PENELITIAN CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Fokus Pasar: Rupiah Turun Saat IHSG Menguat
(chd/vap)